Cerita buat Sahabat: Kamu Nyebelin, tapi....

Sudah lebih dari 7 tahun saya bersahabat dengan Arum, sahabat saya semasa kami sama-sama kuliah S-1. Kami pertama kali bertemu saat PPSMB UGM 2008 (Pelatihan Pembelajar Sukses Mahasiswa Baru, semacam ospek). Makrab (malam keakraban) jurusan pun satu kelompok. Kuliah selama 6 semester pun hampir selalu duduk bersebelahan, kecuali kalau kami mengambil mata kuliah yang berbeda atau kursi di sebelah kami sudah terisi. Alasannya simpel, dia minusnya parah dan saya tidak bisa membaca tulisan di papan tulis kalau duduk di belakang. Hehehe. Begitulah dukanya punya tubuh mungil.

Tiga tahun duduk sebelahan terus :D
Orang-orang yang mengenal kami mungkin akan berpikir kami sangat dekat, ke mana-mana selalu berdua, rukun-rukun saja, saling menjaga dan menyayangi. Halaaaah! Sesungguhnya itu salah! Dia itu aslinya NYEBELIN karena:
1.    Hobi ngupil tanpa peduli tempat dan waktu
Entah mengapa di depan saya dia terlihat begitu menikmati usaha mengeluarkan kotoran dari hidung itu. Kalau saya protes, dia malah akan semakin menunjukkan betapa asyiknya kegiatan itu sampai akhirnya saya hanya bisa berkata, “Errrr!” dan membiarkannya. Karena saya begitu khawatir dengan kebiasaan ngupilnya ini, sesaat sebelum acara lamarannya saya berpesan, “Nanti di depan calon mertua jangan ngupil lho.” dan dia justru menjawab, “Wah, nggak jamin ya. Itu udah natural.” Hedeeeeew.
Ini upilku. Mana upilmu? :P
2.    Tidak pernah mengakui jumlah pasti mantannya
Setiap kali saya bertanya, “Sebenernya jumlah mantanmu itu berapa sih?” dia selalu menjawab, “Waduh, berapa ya? Hahahaha.” Apaaa? Jadi curiga, jangan-jangan mantannya banyak! Aku aja nggak punya lho. Dibagi dong! Eh, hahahaha. Jadi, sampai sekarang jumlah mantannya masih wallahu’alam.
Mantanku cuma dua, tapi...tambah dua, tambah dua, tambah.... :D
3.    Suka minta ditraktir dan minta dibayarin kalau naik bus
Kata dia, alasannya simpel, kalau punya rezeki itu berbagi, beramal. Kalau naik bus, alasannya, “Kamu kan punya kartu prabayar, kan lebih murah.” Udah disuruh bayarin makan, masih disuruh bayarin naik bus. Tega kamuuuuu! T_T
Makasih ya traktiran es krimnya :D
4.   Suka semena-mena mengatur waktu janjian
Si mbak satu ini kalau diajak janjian sukanya dia yang memilih hari dan jamnya, tapi dengan semena-mena menggantinya. Pernah janjian seminggu lagi pergi ke suatu tempat, tapi tiba-tiba berkata, “Sekarang aja perginya!” Pernah juga janjian jalan-jalan ke Sunmor (Sunday Morning, pasar tiban di Kampus UGM setiap hari Minggu) jam 7, sudah saya tunggu sambil bersepeda mengelilingi Gedung Pusat UGM sampai “gembrobyos” (berkeringat banyak), satu jam kemudian tiba-tiba dia berkata “Aku masih repot ini. Mungkin jam 9 baru sampai. Udah situ muter-muter GSP (Grha Sabha Pramana, auditorium UGM) sama Gedung Pusat dulu.” Apaaaaa? Harus muter-muter berapa puluh kali lagi? Pada akhirnya dia datang pukul 10, di saat saya sudah kering kerontang. T_T
Hobi banget ke Sunmor :D
5.   Suka pinjam HP orang untuk foto-foto dan melarang foto itu dihapus
Dulu semasa kuliah HP saya masih Sony Ericsson K700i, kameranya VGA, tapi lumayanlah bisa buat foto-foto. Waktu itu belum menjamur hobi selfie dan dialah yang menularkan virus suka foto-foto kepada saya. Hahahaha. Tak hanya memenuh-menuhi memori HP orang, dia bahkan berkata, “Fotoku jangan dihapus ya. Nanti sekalian dipindah ke komputer ya. Dibikinin folder khusus sekalian yang isinya foto-fotoku. Di-upload juga ya di Facebook, nanti di-tag ke aku.” Nah kan, paket lengkap deh kalau urusan foto! -_-
Sampai ada folder tersendiri L
6.   Suka becermin tak peduli tempat dan waktu
Mau itu cermin di kamar mandi, di lemari, di toko, bahkan jendela atau kaca mobil, si mbak satu ini tidak pernah melewatkannya dengan melihat bayangannya. Suatu hari, saya pernah bertanya kepada dia, “Seandainya waktu kamu ngaca di mobil, ternyata di dalam ada orangnya, terus tiba-tiba orang itu buka kacanya dan lihat kamu gimana?” “Wah, malah tak ajak kenalan. Hahahaha.” Nah kan, parah -_- Dulu semasa masih kuliah, waktu jeda di antara kuliah, saya sering pergi ke Gelanggang Mahasiswa UGM untuk mengerjakan beberapa tugas saya selaku staf divisi kostum dan inventaris. Si mbak ini suka “ngintil” dan alasannya sungguh membuat tepuk jidat, “Ikut ya. Kan nanti di ruang tempat latihan nari ada kacanya gede banget. Bisa buat foto-foto. Hehehehe.” Ya Allah, Gusti, paringana rezeki ingkang kathah lan berkah! (Ya Tuhan berikanlah rezeki yang banyak dan berkah!)
Mirror mirror on the wall, who is the most beautiful? :P
7.   Suka berkomentar miring soal penampilan saya
Dulu ketika masih kuliah, kadang-kadang saya suka pakai rok dan dia justru “memfitnah” saya dengan berkata, “Wedyaaan. Pasti pakai rok gara-gara belum nyuci baju, celananya di cucian semua. Hahahaha.” T_T Aku kan sekali-sekali pengen tampil girly. Pernah suatu hari saya ke kampus pakai eyeliner dan dia berkomentar, “Wedyaaan! Matamu dipakein apa? Celak?” “Celak-celak! Iki jenenge eyeliner woi!” Nah kan, si mbak satu ini berpikir segala macam benda yang dipakai di mata dan berwarna hitam itu namanya CELAK! Eh, nggak salah juga sih. Tapi kan setiap alat ada namanya khusus.

8.   Pernah mengajak saya keliling Magelang dengan memakai wedges
Saat itu kami baru saja menghadiri pernikahan adik tingkat kami, sekitar tahun 2011. Sepulang dari acara pernikahan, kami berniat jalan-jalan ke Alun-Alun Magelang. Dia bilang dekat jadi jalan kaki saja. Dan ternyata dia MENIPU. Ternyata jauuuuuh pakai bangeeeeet! Sudah entah apa rasanya kaki saya saat itu dan dia masih mengajak saya berkeliling Gardena (salah satu toko di Magelang). Ya Allah, pengen misuh  beneran deh saat itu, tapi berusaha saya tahan. :P
Di foto senyum, tapi sesungguhnya misuh, kakinya udah pegel parah T_T

9.  Wisuda duluan
Dulu ketika masih kuliah semester awal dan belum tahu betapa menyeramkannya benda bernama skripsi, kami pernah membuat suatu janji bahwa kami akan wisuda bersama. Di hari wisuda, dia akan membelikan saya bunga mawar pink dan saya akan membelikannya mawar putih. Dan ternyataaaaa...semua itu hanya rencana. Realitasnya tidak seindah itu. Pada akhirnya dia wisuda Mei 2012, saat saya baru berkutat dengan bab tiga skripsi, belum akan ujian dalam waktu dekat. Hiksss. Sedih rasanya. Ehm, salah saya juga sih itu. Dasarnya IQ pas-pasan, sok-sokan mau bikin skripsi masterpiece, pada akhirnya malah gonta-ganti topik penelitian dan lulusnya lama. Hihihihi. Tiga bulan kemudian, tepatnya Agustus 2012, tepat empat tahun saya kuliah, akhirnya saya berhak menyandang gelar S.S. Di hari wisuda, dia tidak memenuhi janjinya membelikan mawar pink, justru berkata, “Berhubung kamu nggak suka tikus, makanya aku beliin boneka Mickey Mouse. Hahahahaha.” Nah kan, jahat! Sahabat macam apa ini? T_T
Dengan otak pas-pasan, akhirnya Adek lulus dengan predikat kemelut, eh cum laude, Bang :D

10.  Mau nikah duluan
Bulan Ramadan 2015 tiba-tiba dia membawa berita cukup mengejutkan, yaitu bahwa dia akan segera menikah. Parahnya lagi, dia tidak pernah memperkenalkan calon suaminya kepada saya. “Nanti biar surprise. Hahahaha,” katanya. Marah? Jelaaaaas. Merasa nggak berarti karena hal sebesar ini tidak dia ceritakan kepada saya? Pastiiiii. Ya, biar bagaimanapun dia tetap sahabat saya dan saya tidak mungkin berlama-lama ngambek. Kekecewaan itu terbayar ketika dia mengizinkan saya mendandaninya dalam acara lamaran sekalipun skill make-up  saya masih ecek-ecek. Hahahaha.

Namun, tidak dapat saya mungkiri bahwa saya takut kehilangan partner paling seru dalam berbagai “kesablengan”. Suatu hari, saya pernah bertanya dengan polosnya kepada Arum, “Nanti kalau kamu udah nikah, aku masih boleh ngajak kamu main-main seharian nggak?” “Ya boleh lah. Calon suamiku orangnya santai kok.” Ya, mungkin benar, calon suaminya santai, tapi saya sadar, tetap ada batasan bagi orang yang sudah menikah. Masa iya seorang istri main-main di luar seharian sementara suaminya menunggu cemas di rumah? Bisa-bisa suaminya mencegat saya di jalan sambil membawa golok. Hahahaha. Bercanda lho!

Di balik segala macam hal dari dia yang membuat saya sebel, pastinya ada banyak hal yang membuat saya betah bersahabat dengan dia.
1.  Tidak pernah marah ketika saya lebih sering memanggilnya dengan panggilan semau saya daripada nama aslinya
Di depan orang lain, saya akan menyebutnya Arum, tapi kalau sudah bersama dia, saya akan lebih suka memanggilnya mami, bu nyai, bu dosen, mbak palsu, atau kakak jadi-jadian. Hahahaha.

2.   Partner nyasar paling seru
Semasa awal kuliah, kami belum hafal jalur bus kota dan TransJogja. Sok-sokan naik bus tanpa tanya ke orang dan alhasil sering nyasar dan dibawa berkeliling mengikuti jalur bus TransJogja. Bukannya panik atau takut, kami justru berpikir, “Nanti juga sampai di kampus. Anggap saja ini piknik. Hihihihi.”
Berapa kali nyasar naik ini? :D

3.   Partner cari makan enak paling seru
Tentang pengalaman kami makan, sudah saya tulis dalam tulisan sebelumnya yang berjudul “Ketika Makan Tak Hanya Sekadar Kenyang....”
Makaaaaan! :D

4.   Selalu menghargai setiap barang yang saya berikan
Dasarnya tergolong dalam kelompok mahasiswa ekonomi sulit, saya harus memutar otak supaya bisa memberinya hadiah setiap dia berulang tahun. Alhasil pernah suatu hari saya menggunting-gunting kertas bekas, kemudian menempelkan foto-foto kami menjadi semacam mini scrapbook. Awalnya saya ragu memberikannya karena dia sering mengunggah foto barang-barang pemberian teman-temannya yang tentunya tidak mampu saya beli, tapi pada akhirnya dia sangat senang menerimanya. Bahkan, bunga hasil nyomot dari dekorasi pernikahan pun dia terima dengan senang hati.
Serius, ini bunga hasil nyomot dari tempat nikahan orang! :D

5.   Tidak malu punya teman agak oon dan norak seperti saya
Harus saya akui bahwa saya tidak secerdas dia. Hehehe. Tapi dia tidak pernah mempermasalahkan itu. Saya pun tidak perlu menjadi orang lain di depan dia. Di depannya saya bebas berbuat apa saja. Mau guling-guling, joget-joget ala penyanyi dangdut Pantura, nyanyi-nyanyi nggak jelas, santai aja. Bahkan, sering kali dia ikut-ikutan nyanyi nggak jelas. Dulu waktu kuliah paling suka membuat cover version lagu-lagunya band D’Masiv, tapi dalam bahasa Jawa. Hehehehe.

6.   Membantu saya sekuat yang dia bisa ketika saya sedang dalam masa sulit
Tidak terhitung berapa kali kami mengalami momen nyesek, eh mengharukan saat saya dalam masa sulit dan Arum ada untuk saya. Yang paling epic itu saat saya masih berstatus pengangguran dan Arum memboncengkan saya dengan sepeda demi mengantar lamaran kerja. Yang bikin wow itu jaraknya dari Jalan Kaliurang Km. 5,5 ke Km. 6,5 dan posisi jalannya nanjak. Bayangkan! Tapi tidak sedikit pun dia mengeluh. Setiap kali saya tanya, “Capek, Mi? Istirahat dulu.” dia berkata, “Nggak, nggak apa-apa.” Bilangnya nggak apa-apa tapi sambil ngos-ngosan dan keringat bercucuran. Hahahaha.

7.   Badannya besar, enak buat sandaran :P
Beruntunglah kalian yang punya pasangan, sahabat, atau orangtua yang badannya besar. Badannya empuk dan hangat buat sandaran. Hahaha. Saya sudah membuktikannya. Ketika mengambil kuliah Dialektologi pada semester 6, saya sekelompok dengan Arum untuk kuliah lapangan mengambil data 100 kosakata dasar bahasa Sunda. Kami mendapat jatah Kabupaten Ciamis, tepatnya Kecamatan Pangandaran (mulai 2012 sudah menjadi kabupaten), lebih tepatnya lagi di Desa Pagergunung. Pukul 3 pagi kami “terdampar” di Stasiun Ciamis. Dasarnya saya ngantukan, saya mengeluh, “Mi, ngantuk.” “Ya udah, tidur aja.” Jadilah saya tidur di bangku stasiun dan berbantal kedua pahanya. Hahahaha. Serius, empuk! Sayangnya, dokumentasi perjalanan kami yang berupa foto hilang.
Empuk buat sandaran! :D

8.   Selalu membuat saya merasa berguna dengan melakukan hal-hal tidak penting
Sering kali Arum bertanya kepada saya tentang hal-hal tidak penting semacam, “Lagu yang lagi hits di radio apa?”, “Artis yang lagi hot di infotainmet siapa?”, “Eyeshadow yang warnanya bagus merek apa?”. Sering kali pula tiba-tiba mengajak saya jalan-jalan ke Sunmor, Malioboro, atau Pasar Beringharjo dan ketika saya tanya, “Sebenernya mau beli apa sih?” dia menjawab, “Nggak pengen beli apa-apa. Cuma pengen ketemu kamu terus jalan-jalan.” Apaaaaa? Tahu gitu kan mending di kos cuci baju atau bersih-bersih. Tapi kalau saya pikir-pikir hal-hal sepele seperti inilah yang justru akan kami rindukan kalau suatu waktu kami larut dalam kesibukan masing-masing dan bahkan untuk saling berkirim SMS, menelepon, dan bertemu pun sulit.
Jalan-jalan ke Alun-Alun Magelang cuma demi foto di tulisan MAGELANG L 
9.   Sering kali menemani saya untuk “hal-hal pertama”
Pertama kali ke GMC (klinik untuk mahasiswa dan karyawan UGM). Jujur baru tahu kalau mahasiswa UGM mendapatkan fasilitas kesehatan gratis di GMC. Aih, cupu parah! Pertama kali periksa di RS Sardjito. Pertama kali ke shopping center (pasar buku di Yogyakarta). Pertama kali ke Malioboro. Pertama kali ke Pasar Beringharjo. Pertama kali naik TransJogja. Pertama kali periksa di RSGM (Rumah Sakit Gigi dan Mulut) UGM. Pertama kali makan di Pizza Hut. Pertama kali nonton film di XXI. Dan banyaaaaak lainnya....
Berani ke sini karena ditemani mbak-mbak yang sudah berpengalaman sakit gigi :D

10. Selalu menguatkan saya ketika saya merasa minder karena di antara sahabat-sahabat terdekat kami, hanya saya yang belum melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2 dan karier saya juga tidak secemerlang teman-teman lain
Ya, mungkin saya memang tidak seberuntung teman-teman saya yang lainnya dalam hal ekonomi. Ketika Arum memutuskan untuk kuliah S-2, awalnya saya takut tidak bisa bergaul dengannya seperti dulu karena pasti pergaulannya akan lebih dekat dengan teman-temannya yang pendidikannya lebih tinggi. Istilah gampangnya, saya takut tidak nyambung lagi mengobrol dengannya. “Halah, santai aja lho. Aku masih sama kayak yang dulu. Itu bukan halangan buat kita main kayak dulu lagi. Syukuri aja semua yang kamu punya. Semua pasti ada hikmahnya kok. Belum tentu yang bisa kuliah lagi dan kariernya bagus itu hidupnya lebih bahagia daripada kamu,” kata Arum. Benar juga, nyatanya kami masih bisa berteman seperti dulu. Teman itu tetap tak tergantikan. Sebanyak apa pun temannya, hanya ada satu “Dewi Surani” yang kadang kala membuatnya tepuk jidat karena keoonannya dan bisa diajak melakukan hal-hal “sableng” yang mungkin tidak bisa dilakukan dengan teman lainnya. Hasyaaah! Kok aku ge-er sih. Hihihihi.

Akhir kata, selamat ulang tahun yang ke-26 ya, Mi. Terima kasih untuk persahabatan “sableng” kita selama 7 tahun ini. Semoga pernikahannya lancar sampai hari H. Semoga segera memberiku ponakan-ponakan unyu dan semoga aku cepat menyusulmu. :D


Yogyakarta, 28 Oktober 2015

P.S.: Tahun lalu pernah membuat tulisan serupa berjudul “Catatan buat Sahabat: Refleksi 6 Tahun Bersama” yang bisa dibaca di https://www.facebook.com/notes/dewi-surani/catatan-buat-sahabat-refleksi-6-tahun-bersama/10152408233037765

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSA (Perawatan Saluran Akar) (Bagian 3): Cetak Gigi dan Pasang Onlay

Cerita Gigi Bungsu Si Anak Bungsu (Bagian 2): Sakitnya Dikit, Malunya yang Nggak Ketulungan

[Review Kumpulan Cerpen] Parmin: Kebahagiaan dalam Segelas Es Krim yang Mencair