Belajar Nrima lewat Fotografi
Nikon 1 J5, si mungil nan powerful |
Kalau hanya sekadar
jeprat-jepret, itu sudah saya lakukan sejak punya ponsel dengan kamera. Soal
kualitas foto ya begitulah, paling-paling cuma selfie dengan angle miring
yang pernah ngehits di masanya. Belum tahu bahwa arah cahaya itu sangat
berpengaruh terhadap hasil foto. Belum tahu bahwa objek-objek itu harus “ditata”
sedemikian rupa agar tercipta komposisi yang bagus.
Setelah punya kamera, saya
semakin tertarik belajar fotografi. Belajar dengan baca artikel dan buku serta
melihat video tutorial adalah jalan ninja saya. Kemudian saya bergabung dengan
komunitas fotografi yang memberikan banyak sekali insight dan kawan baru. Mulailah saya mengenal istilah-istilah
teknis seperti segitiga exposure, angle, komposisi, lighting, color theory, styling, hingga berbagai genre
fotografi.
Selain “hard skill”, fotografi juga mengajarkan nilai hidup kepada saya.
Barangkali kita sudah sangat familier dengan istilah nrima (dibaca nrimo) yang jadi value orang Jawa. Setiap foto yang saya dapatkan membawa saya untuk
menghayati penerimaan. Menerima apa? Ya…apa pun yang diberikan kehidupan….
Nrima
bahwa Kondisi Cuaca Tak Selalu Baik
Melihat foto pemandangan yang
muncul di beranda media sosial tentu memunculkan decak kagum atas ciptaan-Nya.
Senja yang kemerahan, langit yang biru, dan pagi yang cerah tentunya ingin kita
abadikan lewat bidikan lensa kita. Namun, ketika kita datang ke sana, belum
tentu cuacanya mendukung kita untuk mendapatkan pemandangan yang sama.
Barangkali saat kita ke sana, langit sedang mendung, gerimis, atau bahkan hujan deras. Niat hati mengabadikan langit yang biru, apa daya yang ada awan hitam. Ingin memotret cahaya matahari yang perlahan meredup, yang ada justru kegelapan.
Solusinya bagaimana? Terima saja.
Cuaca itu kan sudah diatur oleh-Nya. Masa iya kita mau melawannya?
Just make it pretty! Di sini kreativitas kita diuji. Tak ada langit
biru, kita bisa memotret langit dengan gulungan awan hitam yang terlihat kuat,
menyeramkan, atau menimbulkan rasa was-was. Tak ada senja yang manis, kita bisa memotret gerimis
yang dramatis. Selalu ada cerita yang bisa kita bawa lewat lensa.
Memotretlah selama masih ada cahaya. |
Nrima
bahwa Gear Kita Terbatas
Kamera yang bagus apa sih? Menurut saya, tidak ada jawaban pasti untuk hal ini. Semua produk itu pasti ada kelebihan dan kekurangannya. Kita aja yang manusia, yang ciptaan Tuhan tidak sempurna, apalagi barang pabrikan.
“The best camera is the one that’s with you.”
Ada kata mutiara yang cukup populer
di kalangan fotografer, yakni “The best
camera is the one that’s with you.” Saya memaknainya bahwa apa pun kamera
yang kita miliki, yang tidak kalah penting ialah sejauh mana kita mengasah skill dan mengoptimalkan fitur-fitur
yang ada dalam kamera kita. Mau kameranya Leica, kalau nggak bisa pakainya ya
sia-sia. Eh, tapi kalau kameranya mahal pakai mode auto pun hasilnya sudah
bagus sih hehehehe….
Terus, kalau uangnya belum cukup
untuk membeli kamera bagaimana? Ya sudah, terima saja. Terima bahwa kita memang
tidak mampu membelinya. Kalau memaksakan diri untuk membelinya, ya kita harus
menerima konsekuensinya, misalnya menguras tabungan yang seharusnya untuk hal
lebih urgen, mengambil kredit, dibayang-bayangi utang, atau diteror debt collector…. Ngeri lho, bestie…. Kecuali kita memang sudah
bekerja atau punya bisnis fotografi, ya anggaplah itu modal usaha.
Modal HP pun kita tetap bisa
berkarya. Sembari menabung, kita bisa terus mengasah skill. Berhubung saya lebih sering pakai HP, biasanya saya
mengatasi berbagai kekurangannya dengan berbagai trik.
Menggunakan Cahaya yang Melimpah
Keterbatasan kamera HP yang
paling terasa ialah sensornya yang kecil. Untuk mengakalinya, sebaiknya kita
memanfaatkan cahaya yang melimpah. Kalau belum punya peralatan lighting seperti soft box, sebaiknya kita menggunakan cahaya matahari yang powerful.
Memilih Angle
yang Aman
Keterbatasan lainnya yang ada di
kamera HP ialah distorsi. Distorsi secara sederhana dipahami sebagai
penyimpangan bentuk. Misalnya nih, garis yang sebenarnya lurus jadi terlihat
bengkok, objek yang berbentuk bulat terlihat lebih menggembung atau penyok.
Mangkuknya jadi kelihatan penyok, bestie.... |
Solusinya bagaimana? Saya memilih
angle yang aman. Saya sangat suka
menggunakan angle sejajar pandangan
mata normal dan flatlay (tegak lurus
dari atas). Cara ini bisa mengurangi distorsi.
Flatlay adalah jalan ninjaku.... |
Menggunakan Komposisi yang Menarik
Untuk menghasilkan foto yang
menarik di tengah keterbatasan, kita mesti menempatkan objek sedemikian rupa
sehingga eye cathcing. Kita bisa
memanfaatkan komposisi garis, bentuk, warna, dsb.
Gunakan komposisi yang menarik. |
Menggunakan Aplikasi Editing
Aplikasi editing itu ibarat make up,
fungsinya mempercantik foto. Meskipun demikian, aplikasi editing tidak bisa dipaksakan untuk membuat foto yang dasarnya
jelek untuk jadi bagus ya.
Membuat Cerita Lewat Foto
Yang terakhir, jangan lupa “bercerita”
lewat foto yang kamu hasilkan.
Bagong ternyata part time jadi Kang GoJek.... |
Nrima
bahwa Cahaya Tak Selalu Mendukung
Bagi kita yang bergantung pada available light, cahaya itu tidak selalu
sesuai dengan ekspektasi. Jika memfoto dengan cahaya matahari, bisa jadi kita
terkendala cuaca yang tiba-tiba mendung atau terlalu terik. Cahaya terlalu
terik bisa kita “akali” dengan pasang diffuser
atau sekalian saja “tabrak” dengan konsep harsh
light. Tapi kalau mendung? Kembali ke poin kedua, bahwa cuaca itu di luar
kuasa kita….
Kendala perkara cahaya ini juga
beberapa kali saya temui dalam stage
photography. Lighting panggung
adalah hal di luar kuasa saya. Kalau tata cahayanya bagus, ya saya bersyukur
bisa mendapatkan banyak foto menarik. Kalau cahayanya minim, saya coba akali
dengan pengaturan manual di kamera.
Kalau tetap tidak berhasil? Ya
sudah, saya hanya bisa nrimo. Masa
iya saya ke belakang panggung lalu ngomel ke bagian lighting. Daripada marah-marah, lebih baik saya duduk dan menikmati
pementasan. Marah-marah tidak akan menghasilkan apa-apa selain menguras energi.
Dengan fokus pada pementasan, setidaknya saya bisa mendapatkan hiburan,
mengapresiasinya, dan mengabadikannya lewat ingatan.
Jangan lupa menikmati suasana.... |
Nrima
bahwa Selera Orang Berbeda-beda
“Tidak ada foto yang jelek. Yang ada itu hanya foto yang tidak sesuai selera.”
Ada lagi satu quote yang cukup populer di komunitas
fotografi yang saya ikuti. “Tidak ada foto yang jelek. Yang ada itu hanya foto
yang tidak sesuai selera.” Bagus atau tidak itu relatif, tidak ada ukuran yang
pasti.
Saya melihatnya dengan dua
kacamata, yaitu sebagai kreator dan apresiator. Sebagai kreator, sebaiknya saya
cukup legawa manakala ada yang
mengkritik bahwa foto saya tidak bagus. Barangkali foto saya tidak sesuai
dengan seleranya. Atau jangan-jangan memang skill
saya memang belum memadai dan perlu terus diasah. Eh, tapi kalau klien revisi mulu rasanya juga ngeselin sih hehehe.
Dari kacamata apresiator,
sebaiknya saya menghindari penilaian yang subjektif dan judgemental. Ketimbang “nyacat”, lebih bermanfaat kalau saya
menyampaikan kritik yang membangun. Misalnya, sebaiknya pakai komposisi ini, lighting-nya begini, angle-nya begini, dsb.
Nrima
bahwa Hasil Tak Selalu Sesuai Ekspektasi
Yang terakhir ialah mendapati
kenyataan bahwa meskipun telah melakukan berbagai usaha hingga jempalitan,
belum tentu hasilnya fotonya sesuai ekspektasi. Ini adalah titik untuk nrima bahwa saya adalah manusia yang
lemah, punya berbagai keterbatasan. Ada entitas besar di luar kuasa saya yang
Mahakuat.
Jika sudah menemui “kebuntuan”,
yang bisa saya lakukan hanyalah mengambil jeda sejenak, memasrahkan diri
kepada-Nya. Hasilnya apa? Hati jadi lebih tenang. Tidak menutup kemungkinan
inspirasi justru muncul ketika hati kita dalam kondisi tenang.
Hikmah atau nilai-nilai dalam
kehidupan dapat kita jumpai dalam berbagai kegiatan. Tak harus lewat ritual
keagamaan, makna itu dapat pula kita peroleh lewat hal yang mungkin receh,
sesederhana membersihkan cermin yang mungkin akan membawa kita pada renungan
tentang membersihkan hati. Lewat fotografi, saya belajar tentang nrima dan pasrah. Barangkali kamu juga menemukan
nilai hidup dalam kegiatan sehari-harimu?
Elap-elap kaca sambil merenungi hidup.... |
Klaten, 11 Juni 2022
Dewi Surani
Pekerja buku. Suka membaca karena dibayar.
Komentar
Posting Komentar