Crazy Rich Musiman dan Tawaran Investasi Jangka Panjang: Sebuah Fenomena di Hari Lebaran

Menghitung uang hasil "salam tempel" selama Lebaran adalah kegiatan keponakan-keponakan saya dalam beberapa hari terakhir. Jumlahnya fantastis! Kisaran 500 ribu ke atas. Hasil "kerja" mereka selama 2-3 hari itu nyaris melampaui penghasilan saya dalam satu minggu kalau dirata-rata. Modalnya hanya "salim" dan kalau anak yang gedean dikit ditambah "ujung".

Saya pun berkelakar dengan kawan saya tentang fenomena ini. Kami menyebut bocil-bocil ini sebagai "crazy rich musiman". Kayanya setahun sekali. "Crazy rich musiman" ini masih polos sekali, belum tahu kerasnya hidup sehingga kalau dia melakukan flexing, tak perlu dinyinyiri.

Flexing ala keponakan saya adalah menghitung uangnya di depan orang banyak, lalu berkata, "Budhe nggak punya kan uang sebanyak ini? Aku tuh udah punya uang banyak, tapi kok masih dikasih terus." Saya hanya tertawa sambil membatin, "Ealah, Le.... Uangnya tadinya banyak, tapi sudah pindah ke kalian."

Sifat lain dari "crazy rich musiman" ini apa? Ingin segera berbelanja untuk membantu UMKM di sekitarnya, yaitu warung Bu Anu atau minimarket itu. Mereka merasa punya uang banyak sehingga segala hal yang diinginkan harus dibeli. Yang jadi favorit bocil di sekitar saya ya kembang api dan petasan.

Lantas, beberapa hari terakhir ini ramai jagat maya karena tweet dari Safir Senduk, financial planner kenamaan itu bahwa kalimat, "Sini, uang THR-nya dititipin ke Mamah. Takut ilang." adalah kali pertama anak mengenal investasi bodong. Berhubung saya belum jadi ibu, saya mencoba melihatnya dari sudut pandang mantan "crazy rich musiman".

Seingat saya, sejak saya paham uang, saya menyimpan "uang THR" itu sendiri. Kalaupun alasannya takut hilang, begitu sampai di rumah, uang itu segera saya minta untuk dimasukkan ke dompet atau celengan menthok. Dibukanya kapan? Kalau mau masuk sekolah, biasanya untuk membeli sepatu, buku, tas, baju seragam. Kecil kemungkinan ditilep orangtua saya, soalnya saya itungan banget kalau soal uang wkwkwkkk 😅.

Sebelum itu bagaimana? Entahlah. Saya tidak pernah mengungkitnya. Kalaupun dipakai untuk tambahan uang makan keluarga atau biaya transportasi mudik ya tidak apa-apa. Wong saya paham, bagi keluarga kami, mudik ke keluarga Bapak itu butuh biaya besar, harus menyisihkan uang sedikit demi sedikit.

Namun, tak selamanya membatasi kebebasan anak memegang uang itu buruk. Lihat-lihat bocahnya juga. Keponakan saya, misalnya kemarin bikin heboh gara-gara melakukan transaksi lewat Toko**** yang katanya membeli HP baru supaya tidak usah pinjam orangtuanya. Nilainya 300 ribu.

Kaget dong ya? Seperti apa HP Android baru seharga 300 ribu? Setelah dicek, ternyata hanya LCD-nya 🥲 Orangtuanya pun pasrah saja, kalau nanti barangnya datang dan si bocil harus membayarnya. Untungnya, si bocil ternyata memilih pembayarannya bukan COD sehingga masih bisa dibatalkan.

Maka, saya percaya bahwa masih banyak orangtua yang amanah. Bukan nilep, melainkan membantu anak mengelola uang THR-nya untuk hal yang lebih penting daripada membeli barang-barang kurang bermanfaat hanya karena keinginan. Jadi, kalimat, "Titipin Mamah daripada ilang." tak melulu jebakan investasi bodong. Bisa jadi, itu adalah rayuan investasi jangka panjang. Panjangnya seberapa? Ya...wallahu'alam....

Keterangan foto: Anaknya kawan saya yang selama Lebaran ini bisa dua kali dalam sehari ke minimarket dekat rumah.

Klaten, 6 Mei 2022
Dewi Surani
Pekerja buku. Suka membaca karena dibayar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSA (Perawatan Saluran Akar) (Bagian 3): Cetak Gigi dan Pasang Onlay

Cerita Gigi Bungsu Si Anak Bungsu (Bagian 2): Sakitnya Dikit, Malunya yang Nggak Ketulungan

[Review Kumpulan Cerpen] Parmin: Kebahagiaan dalam Segelas Es Krim yang Mencair