Tipe-Tipe Jomblo Berdasarkan Keadaan

Belakangan ini saya temui di dunia maya sedang hangat pembicaraan tentang penyakit ‘ain. Awalnya dari mana, sepertinya ada influencer yang membahasnya di YouTube. Setelah baca-baca artikel, saya mengambil kesimpulan bahwa penyakit ‘ain ini sumbernya dari pandangan orang lain terhadap sesuatu yang menimbulkan kekaguman, lantas muncullah perasaan iri atau dengki, hingga akhirnya menyalurkan energi negatif ke objek yang dilihat.

Akibatnya apa? Sifatnya destruktif. Kalau yang kena manusia, akibatnya penyakit nonmedis. Misalnya anak bayi jadi rewel dan sakit. Kalau yang kena harta, bisa jadi hartanya rusak atau hilang. Yang intinya kenikmatan itu hilang dari pemiliknya.

Oh, saya jadi paham kenapa ada beberapa orang yang tidak meng-upload foto anak-anaknya atau menutupi wajah dengan stiker. Barangkali itu karena pertimbangan kehati-hatian. Lain dengan saya yang kalau nutupi wajah di medsos pakai stiker itu karena sedang dalam kondisi awut-awutan. Eh….

Namun, di antara banyak komentar tentang penyakit ini ada yang menyinggung kaum saya: jomblo! Saya temukan seseorang berkomentar, “Foto mesra-mesraan sama pasangan juga tuh. Jomblo pasti pada iri!” Lho lho lho, kenapa jadi memfitnah jomblo, sih cinta? Apa salah kami?

Gini lho ya…. Waktu Maudy Ayunda menikah dengan Jesse Choi, kita (tidak terkecuali saya yang jomblo) juga ikut berbahagia. Mbok saya yakin, meskipun banyak yang iri, tidak sedikit juga yang mendoakan mereka hidup bahagia. Momen #MAUDY’sCHOIce ini memberikan gambaran bahwa perempuan tidak perlu takut berpendidikan tinggi karena itu tak hanya membawa mereka ke level karier yang lebih tinggi, tapi juga pilihan jodoh yang lebih luas dan sepadan.

Happy for you two....
Sumber: Instagram @maudyayunda

Lha gimana saya sempat iri sama Maudy Ayunda? Saya tahu diri, logikanya sulit lah kalau saya pengen punya suami kaya Mas Jesse yang orang Korea, ganteng, kaya, dan cerdasnya paripurna. Maudy lulusan S-2 luar negeri, bahasa Inggris-nya cas cis cus, dapat beasiswa LPDP, aktor film, piawai menyanyi. Lha saya, kuliah di kampus lokal dengan jurusan yang sering dipandang sebelah mata, bahasa Inggris masih aksen medhok dan mikir grammar, boro-boro bisa akting, ngomong saja suara cempreng. Jelas kami beda level….

Tidak semua jomblo itu pikirannya cuma iri sama pasangan yang terlihat bahagia di media sosial. Ada banyak kondisi yang membuat kami ini lumayan sibuk, boro-boro mikirin iri. Ini lho masalah hidup kami yang nggak kelar-kelar….

Jomblo yang Jadi Tulang Punggung Keluarga

Pernah dengar istilah generasi sandwich? Generasi sandwich ini merujuk pada orang-orang yang punya beban ganda dalam perekonomian. Mereka harus membiayai diri sendiri, tetapi juga masih harus menanggung adik atau saudara dan orang tua. Beberapa di antaranya sudah harus menanggung pasangan dan anak.

Bagi mereka yang masih lajang, tentunya ini jadi pertimbangan cukup beralasan. Barangkali ia ingin “mengurai” beban itu satu-satu. Bagi anak tertua, mungkin ia menunggu adik-adiknya selesai sekolah hingga bekerja. Tujuannya supaya adik-adiknya bisa mandiri dan nantinya bisa berbagi untuk membiayai orang tua. Jadi, yang ada di pikiran mereka apa? Cuan!

Life is about cuan...cuan...cuan....
Sumber: https://m.merdeka.com/foto/peristiwa/475296/20141222183459-ini-meme-lucu-lucu-soal-jomblo-yang-pasti-bikin-ketawa-006-dru.html

Jomblo yang Ingin Membangun Karier

Manusia, baik laki-laki maupun perempuan itu punya cita-cita. Barangkali ia ingin punya karier yang mapan dulu sebelum mengakhiri masa lajang. Memangnya kalau tidak jomblo tidak bisa mengusahakan karier? Bisa sih. Cuma kan tipe orang itu beda-beda. Barangkali ada yang multitasking, tapi ada juga yang ingin menyelesaikan bucket list-nya satu-satu.

Kalau cita-citamu ingin menikah muda, lalu jadi ibu rumah tangga? Ya itu pilihan hidupmu. Cita-citamu bagus. Cita-cita mereka yang ingin punya karier tinggi juga bagus. Kamu sibuk menyiapkan dirimu untuk hidup berumah tangga, sementara mereka sibuk untuk mengembangkan dirinya untuk meraih karier. Yang ada di pikiran mereka apa? Kalau kata Pak Jokowi, “Kerja, kerja, kerja!”

Jomblo yang Ingin Meraih Pendidikan Terbaik

Meraih pendidikan setinggi-tingginya merupakan impian beberapa orang. Demi meraih ilmu dan gelar, ada yang sampai kuliah S-2 bahkan S-3, bahkan ke luar negeri. Sekali lagi, jangan samakan prioritas hidupmu dengan orang lain. Barangkali mereka melakukannya karena tuntutan pekerjaan, misalnya dosen, peneliti, dan ASN.

Memangnya tidak bisa kalau sekolah sambil berkeluarga? Bisa, guys. Namun, kata beberapa kawan yang kuliah S-2 dengan status menikah dan punya anak sekaligus bekerja, effort­-nya luar biasa. Membawa keluarga ke luar negeri sembari sekolah juga tidak mudah dan murah. Kalau biaya terbatas, harus siap terpisah jarak ribuan kilometer. Kata Dilan, “Rindu itu berat. Kamu nggak akan kuat. Biar mereka saja.”

Boro-boro bahas iri pada pasangan lain ya, kawan saya yang S-2 di luar negeri kalau chatting-an dengan saya isinya sambat soal tugas dan proposal tesis. Yang dipikirkan itu, “Belajar, belajar, belajar.”

Jomblo karena Selektif

Kalau di agama Islam, katanya menikah itu ibadah. Nah, karena ibadah, tentunya partnernya nggak ngasal dong. Butuh yang satu visi dan misi, saling menerima, dan siap untuk tumbuh bersama.

Ya kalau kamu prinsipnya “Yang penting mau dulu, jalanin aja dulu, nanti lama-lama juga bisa.” sih terserah. Tiap orang punya kriteria masing-masing dalam memilih pasangan. Perkara kriterianya itu terlalu tinggi dan halu menurutmu, misalnya gantengnya kayak Mas Nicholas Saputra, kayanya kayak keluarga Bakrie, keturunan Royal Family, solehnya kayak Fahri di Ayat-Ayat Cinta, mbok sudah.

Impiannya yang muluk-muluk itu bukan urusanmu. Biarkan dia bergulat dengan idealismenya sendiri sampai akhirnya dia sampai pada titik penerimaan bahwa cinta tidak butuh kesempurnaan karena ia telah sempurna. Haseeeeeeeek.

Jomblo karena Prinsip Hidup

Karena masalah ketaatan beragama atau prinsip, bisa jadi seseorang memilih untuk tetap melajang. Kalau kata guru-guru ngaji mengutip ayat Al-Qur’an itu kan, “Janganlah engkau mendekati zina.” Nah, daripada takut berbuat yang tidak sepantasnya, mereka memilih jadi jomblo dan berhati-hati sekali dalam memilih pasangan.

Kalau nanti ketemu yang pas dan serius barulah mereka akan meneruskannya ke jenjang pernikahan. Biasanya mereka menjunjung tinggi jargon “jomblo fisabilillah”, “jaga diri hingga halal nanti” gitu-gitulah. Mereka akan memanfaatkan waktunya untuk lebih banyak menyibukkan diri dengan kegiatan yang positif seperti keagamaan, sosial, belajar, bekerja, atau mengurus keluarganya.

Mari kita bertawakal, kawan-kawan....
Sumber: https://www.beautynesia.id/life/meme-perjuangan-jomblo-mencari-jodoh-ini-dijamin-bikin-ngakak/b-119028

Jomblo karena Insecure

Punya fisik yang tidak sesuai dengan standar masyarakat itu bagi sebagian orang bisa jadi sumber insecure lho. Berbagai komentar negatif atau body shamming bisa jadi membuat seseorang berpikir, apakah iya ya aku ini cantik/ganteng, apa iya ya aku ini layak dicintai. Waktu mereka akan lebih banyak dihabiskan untuk belajar menerima dirinya sendiri daripada iri dengan pasangan yang mesra-mesraan di media sosial.

Jomblo karena Trauma

Pernah kepikiran nggak bahwa trauma itu membuat orang takut untuk memulai sebuah hubungan? Barangkali seseorang berasal dari keluarga broken home. Di masa kecilnya ia sering melihat orang tuanya bertengkar. Sampai ia pun takut bahwa ia akan mengalami hal yang sama ketika dewasa dan menikah.

Atau pernahkan kamu berpikir tentang korban kekerasan seksual? Meskipun tidak selalu speak up dan terlihat baik-baik saja, mungkin mereka menyimpan luka dalam batinnya. Ada perasaan takut atau bahkan tidak percaya bahwa akan ada seseorang yang akan mencintainya dengan tulus. Jangankan memikirkan iri pada pasangan lain, mereka lebih banyak bergelut dengan penyembuhan luka batin dan memaafkan dirinya sendiri.

Jomblo karena Merasa Cukup

Ukuran cukup itu relatif ya. Menurutmu 10 itu cukup, tapi barangkali ada yang sudah cukup dengan 8. Bagimu, mungkin punya pasangan itu sumber kebahagiaan terbesar. Namun, bagi orang lain, barangkali kehidupannya kini sudah cukup membuatnya bahagia.

Jalan bahagia itu banyak kok. Ada yang bahagia dengan menjadi guru di daerah pelosok untuk mencerdaskan anak-anak bangsa. Ada yang bahagia dengan menjadi ibu asuh untuk bayi-bayi yang ditelantarkan. Ada yang bahagia dengan merawat hewan-hewan yang terancam punah di hutan konservasi. Orang yang kamu kasihani atau kamu kira tidak bahagia itu belum tentu tidak bahagia.

We are happy in our own way....

Nah, di antara berbagai kategori ini, mungkin kamu mau menambahkan? Kalau saya masuk kategori mana? Healah…. Traktir kopi, donat, gorengan, es krim, nasi goreng, bakso, pizza, pasta, mi ayam, es doger, rujak, siomay, nasi kucing, sushi, cilok, sama caviar dulu, nanti baru saya cerita. Intinya, jomblo itu tidak selalu identik dengan rasa iri. Iri mah iri aja, nggak ada hubungannya dengan status….

Mamam dulu, bestie.... Biar kuat menjalani hidup yang keras.

Yogyakarta, 5 Juni 2022

Dewi Surani

Pekerja buku. Suka membaca karena dibayar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSA (Perawatan Saluran Akar) (Bagian 3): Cetak Gigi dan Pasang Onlay

Cerita Gigi Bungsu Si Anak Bungsu (Bagian 2): Sakitnya Dikit, Malunya yang Nggak Ketulungan

[Review Kumpulan Cerpen] Parmin: Kebahagiaan dalam Segelas Es Krim yang Mencair