Renungan untuk Ibu: Terima Kasih karena Telah Menjagaku

Terima kasih karena Ibu mengajarkanku untuk tak jadi pendendam....
Kita tak pernah bisa memilih terlahir dalam keluarga seperti apa. Aku bersyukur karena terlahir dalam keluarga yang lengkap, tak banyak masalah, tapi kau juga tak bisa menyesal karena terlahir dalam keluarga yang mengalami perpecahan. “Kenapa sih Ibu selalu berkorban buat dia yang dulu menyia-nyiakan Ibu? Waktu Ibu kecil, nggak diurusin. Yang diurusin anak-anaknya yang sana. Kenapa sekarang waktu dia sakit Ibu juga yang harus mengurus? Toh pengorbanan Ibu nggak ada artinya di matanya,” kataku. “Bagaimanapun dia bapakku,” kata Ibu. Satu kalimat itu cukup membungkam mulutku. Cinta memang mengabaikan logika. Cinta itu pula yang memadamkan dendam. Cintamu pula yang mengajarkanku untuk ikhlas, sabar, dan tak memelihara rasa dendam.

Terima kasih karena Ibu mengajarkanku untuk jadi perempuan mandiri....
“Perempuan itu mesti kreatif, mandiri, nggak boleh menyusahkan laki-laki. Perempuan itu nggak boleh berdiam diri, hanya mengandalkan suami. Ya kalau suaminya mampu nggak apa-apa, tapi kalau nggak? Kalau suami sedang kesusahan harus bisa membantu, bukannya malah menyalahkan dan menambah beban dengan berbagai tuntutan.”

Kita memang hidup sederhana, mengandalkan penghasilan Bapak yang tak tentu. Tapi Ibu mengajarkanku bahwa kita tak perlu sedih karena tak punya barang mewah, mengajarkanku untuk tak hidup dalam kemewahan yang semu dan berujung utang yang menumpuk di mana-mana.  Ibu juga mengajarkanku untuk tak hanya diam berpangku tangan dan menyalahkan keadaan, bahwa perempuan juga ikut andil dalam perekonomian keluarga.


Terima kasih karena Ibu mengajarkanku untuk jadi perempuan yang punya harga diri....
“Jangan saling memberi dan menerima barang bernilai besar kalau kamu dan teman lelakimu belum ada ikatan apa pun. Akan jadi masalah seandainya nanti kalian tidak berjodoh dalam pernikahan. Jangan memberatkan laki-laki dengan tuntutan materi karena itu justru membuatmu menilai dirimu sendiri dengan uang. Dirimu terlalu berharga untuk ditukar dengan berbagai kemewahan.”

Ya, kita adalah perempuan, perhiasan dunia yang tak ternilai harganya. Harga diri kita harusnya ditukar dengan cinta dan kebahagiaan, bukan sekadar kemewahan.

Terima kasih karena Ibu mengajarkanku untuk jadi perempuan berpikiran maju....
Ibu memang tak pernah mengeyam pendidikan tinggi, lulus sekolah dasar pun tidak. Hidup bersama ibu berstatus janda dengan lima anak dan dua orangtua yang sudah sakit-sakitan memaksamu untuk ikut menopang ekonomi keluarga sejak usia dini. Tapi itu tak membuatmu berpikiran sempit seperti orang lain yang menganggap bahwa perempuan tak perlu berpendidikan tinggi karena nantinya hanya akan berkutat di dapur. Kau mendukungku untuk melanjutkan pendidikan hingga ke universitas, bahkan tak menghalangiku untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana bila memang semua keadaan memungkinkan.


Terima kasih karena Ibu tak pernah lelah mendengar ceritaku....
“Ibu, kata Bu Guru kita meski makan sayur supaya sehat....”
“Ibu, tadi aku ikut lomba di kecamatan juara satu....”
“Ibu, tadi acara pikniknya seru....”
“Ibu, teman-temanku sudah mendaftar kuliah. Tinggal aku yang belum. Apa aku bisa kuliah?”
“Ibu, teman-temanku sudah lulus. Doakan aku sebentar lagi lulus juga ya....”
“Ibu malu karena aku belum dapat pekerjaan ya?”
“Ibu malu karena aku belum menikah ya?”

Waktu terus berlalu. Usiaku berubah, tingkat kematanganku berubah, hal yang kuceritakan juga berubah. Tapi ada satu hal yang tak berubah. Ibu akan selalu menantikan cerita-ceritaku, mendengarkannya tanpa lelah.

Terima kasih karena Ibu sudah menjagaku....
Lebih dari 26 tahun Ibu menjagaku. Menjagaku secara fisik ketika aku masih kecil, memastikan aku tak kurang asupan gizi, tak menggunakan kekerasan untuk menghadapi kenakalanku, dan hingga kini meski aku sudah bisa menjaga diriku sendiri, kau tetap menjagaku dengan nasihat-nasihatmu.


Terima kasih karena Ibu sudah melahirkanku....
Mungkin hubungan kita tak selalu baik-baik saja. Pasti ada pendapat yang beda, tapi kita akan senantiasa mencari jalan keluarnya. Aku tak ingin berandai-andai punya ibu seperti ibu orang lain karena Allah pasti sudah menjodohkanku untuk terlahir dari perempuan kuat sepertimu, menjodohkan kita untuk saling melengkapi.

Selamat ulang tahun yang ke-52, Ibu. Semoga Ibu sehat selalu, diberikan usia yang penuh berkah supaya aku bisa punya kesempatan berbuat lebih banyak untukmu. I’m always proud of you....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSA (Perawatan Saluran Akar) (Bagian 3): Cetak Gigi dan Pasang Onlay

Cerita Gigi Bungsu Si Anak Bungsu (Bagian 2): Sakitnya Dikit, Malunya yang Nggak Ketulungan

[Review Kumpulan Cerpen] Parmin: Kebahagiaan dalam Segelas Es Krim yang Mencair