Bridget Jones Series: Isu Perawan Tua Sepanjang Masa

Film Bridget Jones Series diangkat dari novel karya Helen Fielding. Novelnya pertama terbit pada tahun 1999, awal mula chick lit booming di dunia perbukuan. Chick lit adalah genre fiksi yang mengangkat cerita tentang perempuan-perempuan usia 20-30 tahun, berkisar tentang kehidupan karier, percintaan, pencapaian mimpi-mimpi yang biasa dialami perempuan modern. Film Bridget Jones’s Baby yang rilis tahun 2016 merupakan sekuel ketiga setelah Bridget Jones’s Diary (2001) dan Bridget Jones: The Edge of Reason (2004).

Bridget Jones’s Diary (2001): Lajang Itu (Bukan) Aib, Sayang!

Bridget (Renée Zellweger) yang usianya 32 tahun bekerja di sebuah perusahaan penerbitan, kariernya begitu-begitu saja, gendut, penampilannya tidak menarik, dan masih lajang. Uyeeeaaah, kayaknya karakter ini familier dengan saya di kehidupan nyata hahahaha. Bridget juga selalu merasa diteror setiap kali orang-orang bertanya tentang kehidupan percintaannya.

Whether single, in relationship, engaged, or married is not your business!!! 😪😪😪

Iya deh...yang udah nikah, udah mau punya anak 😪😪😪

Secercah harapan pun muncul. Dalam sebuah acara di rumah orangtuanya, dia bertemu kembali dengan Mark Darcy, si duda ganteng, pengacara, dan kaya. Mengingatkan kita pada Mr. Darcy? Yes, ini memang penafsiran ulang karakter Mr. Darcy dari Pride and Prejudice. Dalam versi serialnya (tayang di BBC tahun 1995), Mr. Darcy juga diperankan oleh Colin Firth. Ibu Bridget berusaha menjodohkannya dengan Mark.
Kalau dudanya model beginian bisa sangat dipertimbangkan 😚😚😚
Mark memang laki-laki yang sempurna di mata Bridget. Dia bukan perokok, pemabuk, dan megalomania. Sayangnya, Mark adalah laki-laki yang dingin dan bermulut tajam. Dia selalu mencela penampilan Bridget yang acak-acakan. Mark juga suka mengungkit-ungkit peristiwa di masa kecil mereka, yaitu bahwa Bridget suka bermain di halaman dan kolam plastik di rumah keluarga Darcy dalam keadaan telanjang.
Mark, yang kamu katakan ke saya itu JAHAT!!! 😠😠😠
Karena keresahan akan kehidupan percintaannya, Bridget akhirnya memutuskan untuk membuat resolusi di usianya yang 32 tahun. Beberapa di antaranya menurunkan berat badan, berhenti merokok, berhenti konsumsi alkohol, dan berusaha untuk menjalin hubungan dengan laki-laki baik-baik. Resolusinya ini dia tuliskan dalam sebuah diary.
Salah satu spesies laki-laki yang perlu dimusnahkan dari muka bumi 😈😈😈
Pada saat itu pula, atasannya mulai flirting padanya. Awalnya Daniel Cleaver (Hugh Grant) mengirim email-email tak senonoh padanya, tapi Bridget menanggapinya dan mulailah mereka menjalin hubungan. Mereka sepakat untuk tidak membuat status yang pasti tentang hubungan mereka. Namun, ternyata Daniel tak lebih dari seorang playboy yang tebar jaring di mana-mana. Laki-laki seperti Daniel Cleaver termasuk dalam daftar spesies laki-laki yang mesti dimusnahkan dari muka bumi! Bridget pun terjebak dalam dilema untuk memilih Mark yang dingin atau Daniel yang brengsek. Eng…nggak ada pilihan lain yang lebih bagus nih?

Bridget Jones: The Edge of Reason (2004): Bertahan atau Lepaskan?
http://www.tvguide.com/movies/bridget-jones-the-edge-of-reason/137479/

Di filmnya yang kedua, 6 minggu setelah cerita film yang pertama Bridget dan Mark berusaha untuk mempertahankan hubungan mereka. Mark tetap dengan sikap dingin, tapi diam-diam perhatian. Sedangkan Bridget masih saja sering melakukan hal-hal konyol. Muncul juga Rebecca, teman kerja Mark, yang sangat terlihat cantik dan cerdas dan membuat Bridget cemburu setengah mati.
Okay, she's prettier than me 😴😴😴
Ketika berlibur bersama Mark di Austria, Bridget berharap itu akan menjadi cara untuk membuat mereka semakin dekat. Tapi ternyata mereka tidak hanya berdua. Datang pula teman-teman Mark dan pastinya ada si cantik Rebecca. Awalnya Bridget berpikir dirinya hamil, tapi ternyata tidak. Harapan Bridget pada Mark untuk menikahinya semakin pudar ketika Mark berkata kepada orangtua Bridget bahwa mereka berdua sama sekali belum berpikir tentang pernikahan.
Kamu nggak peka, Mas! 😭😭😭
Di tengah hubungannya dengan Mark yang tidak berjalan mulus, Bridget mulai membangun kariernya. Bridget tidak lagi bekerja di perusahaan penerbitan. Dia beralih menjadi jurnalis di sebuah stasiun televisi dan tetap dengan kekonyolannya. Celakanya, di tempat kerjanya yang baru, lagi-lagi dia harus berurusan dengan si brengsek Daniel Cleaver. Daniel menjadi host salah satu acara di tempat Bridget bekerja.
Kamu lagi, kamu lagi!!! 😠😠😠
Dalam sebuah perjalanan untuk syuting di Thailand, Daniel kembali mendekati Bridget. Bridget mulai terbuai oleh rayuan Daniel, tapi ternyata Daniel tidak berubah. Dia masih saja seorang playboy. Ternyata dia juga memesan seorang PSK di hotel. Bridget pun kembali terjatuh: hubungannya dengan Mark memburuk dan tak mungkin dia kembali pada Daniel si brengsek. Ketika berkemas untuk kembali ke London, Shazzer meminta tolong kepada Bridget untuk menitipkan kado dari Jed (laki-laki yang mereka temui di Thailand). Di bandara anjing pelacak mendeteksi ada yang tidak beres dengan tas Bridget dan ternyata ada kokain di dalamnya.
Bridget dipenjara dan Daniel justru meninggalkannya. Gustiiiii…laki-laki macam apa ini? Mau enaknya aja, kalau ada masalah ditinggal tanpa rasa dosa. Mark sebagai pengacara HAM datang membantu Bridget atas nama bantuan Kedutaan Inggris untuk warganya yang berada di luar negeri. Yakin nih cuma atas nama HAM? Atau mungkin sebenarnya Mark masih mencintai Bridget?
Yakin udah nggak ada rasa? 😎😎😎
Nggak segera dinikahin, tapi sewot kalau dia deket cowok lain? 😫😫😫

Bridget Jones’s Baby (2016): Ini Anak Siapa?
http://cinemaniax.net/eng/contests-bridget-jones-baby/
Film yang ketiga ini latar waktunya 10 tahun setelah film kedua. Di film ini Bridget sudah berusia 43 tahun dan tetap dengan status yang sama: LAJANG! Dia sudah putus dari Mark Darcy. Mereka bertemu dalam acara penghormatan untuk Daniel Cleaver yang meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat. Yes, Mark datang bersama istrinya, Camilla. Duh Gusti…kayak apa rasanya ketemu mantan yang sudah bawa gandengan sementara diri ini cuma bisa gandeng anak kecil yang minta disebrangin jalan?
Okay, mantan sudah (terlihat) bahagia bersama pasangannya (tapi tetep baper) 😫😫😫
Karier Bridget sebagai produser berita sangat bagus. Kepribadiannya juga sudah semakin matang. Dia tidak lagi memikirkan berat badan dan penampilannya. Di film ini Bridget sudah terlihat menua tapi justru badannya lebih bagus daripada di film-film sebelumnya. Tapi tetap ada yang dia khawatirkan, yaitu menjadi perawan tua tanpa masa depan, tanpa suami dan anak. Sementara itu, ibunya menerornya dengan ide gila: PUNYA ANAK DENGAN INSEMINASI BUATAN!!! Ya Tuhan…semoga emakku tidak punya ide segila ini meski khawatir dengan status dua anaknya yang sama-sama masih melajang. Di usianya yang tak lagi muda, Bridget bahkan tak yakin apakah dia masih bisa punya anak.
Di lingkungan kerjanya, Bridget punya teman-teman yang tak beda jauh darinya, yaitu masih lajang di usia tak lagi belia. Hal ini sedikit membuatnya tak terbebani. Namun, dia mesti bekerja dengan bosnya yang baru, perempuan yang lebih muda usianya dan termasuk generasi milenial yang pasti berbeda pandangan dengannya.
Suatu hari Bridget menerima ajakan Miranda, teman dekatnya di tempatnya bekerja untuk pergi ke festival musik. Pssttt…ada Ed Sheeran jadi cameo lho. Dalam keadaan mabuk, Bridget salah masuk ke tenda seorang laki-laki yang ditemuinya ketika baru sampai di sana. Terjadilah hubungan “one night stand”.
Kembali ke London, Bridget harus kembali bertemu mantan kekasihnya, Mark Darcy. Dalam acara pembaptisan anak temannya, mereka berdua berperan sebagai orangtua wali. Dalam pertemuan itu Mark bercerita bahwa ia dan Camilla sedang dalam proses perceraian. Wooow…MARK DUDA LAGI!!! Demi melepas kerinduan, akhirnya mereka bercinta.
Duh, ketemu mantan lagi 😧😧😧

Eng...kamu duda lagi? 😝😝😝 So...shall we...???
Tadaaaaa…. Sebulan kemudian Bridget mendapati bahwa dirinya hamil dengan sebuah pertanyaan besar: INI ANAK SIAPA??? Bridget pun memutuskan untuk mempertahankan anak itu karena berpikir mungkin inilah kesempatan terakhirnya memiliki anak. Secara mengejutkan laki-laki Amerika bernama Jack Quant (Patrick Dempsey) itu muncul dalam acara di tempat Bridget bekerja. Bridget mengatakan kepada Jack bahwa dia hamil. Jack antusias, tapi dia belum tahu bahwa ada kemungkinan ayah bayi itu adalah Mark. Demikian juga Mark yang tidak tahu tentang Jack. Mulai dari sini ada banyak adegan yang membuat saya terpingkal-pingkal. Dimulai dengan bekerja sama dengan dokternya supaya bisa periksa dengan Jack dan Mark secara terpisah.


Entah bagaimana caranya Jack dan Mark berkenalan dan menjadi dekat. Bridget pun memutuskan untuk berbicara kepada mereka tentang kemungkinan bahwa ayah bayinya adalah salah satu dari mereka. Jack menerimanya dan berpikir bahwa yang harus diprioritaskan adalah si bayi. Sementara Mark diam, marah, lalu pergi. Ya wajar sih kalau marah. Hey…cowok baik-baik kayak Mark mana rela pacarnya ternyata punya affair dengan laki-laki lain? Namun, akhirnya mereka berdamai sesaat sambil menunggu anak itu lahir dan bisa memastikan siapa ayahnya. Banyak hal lucu ketika Mark dan Jack bersaing untuk menunjukkan perhatian kepada Bridget.
Berebutan bawain barangnya 😂😂😂

Jack&Mark pura-pura jadi pasangan homo 😂😂😂
Proses Bridget melahirkan menjadi klimaksnya. Lagi-lagi Mr. Darcy membuat saya jatuh hati. Dialah yang melakukan hal-hal heroik saat Bridget akan melahirkan. Ya…meskipun tetap berakhir konyol seperti biasanya hingga akhirnya Jack ikut membantu. Yang paling membuat saya terkesan itu saat Mark berkata bahwa seandainya anak itu bukanlah anaknya, Mark akan tetap mencintainya. Dia juga mempersilakan Jack terlebih dahulu menyapa si bayi yang baru lahir. Uwuwuwuw. Ya Allah, apakah laki-laki model beginian benar-benar ada? Aku pesan satu saja.
There's no reason not to fall in love with you, Mr. Darcy 😍😍😍
Film pertamanya, Bridget Jones’s Diary rilis tahun 2001, tetapi baru saya tonton 7 tahun kemudian (tahun 2008) ketika saya mulai kuliah. Tak mengapa, karena memang saat itu belum lama saya “sah” diperbolehkan menonton film-film yang bertaburan adegan “dewasa”. Uhm…so you can guess my age now! Huahaha. Nggak perlu menunjukkan KTP kan? Saya termasuk dalam kategori generasi milenial awal atau mungkin generasi Y akhir yang masih bergulat dengan karier, pencapaian dalam hidup, kemapanan ekonomi, dan komitmen dalam hubungan laki-laki dan perempuan.
Ketika menontonnya 10 tahun yang lalu, rasanya ya biasa saja. Lucu, agak saru (hehehehe), dan menghibur. Sekarang, ketika menonton ulang (tahun 2018 dan usia saya sudah hampir 28), rasanya saya sangat paham dengan karakter Bridget Jones. Yup, film ini mengangkat satu tema yang everlasting: tentang perawan tua! Isu tentang perawan tua sepertinya tak hanya berlaku di Nusantara yang indah memesona ini. Di London, yang notabene budayanya beda dari Indonesia pun perempuan yang masih lajang tetap tak lepas dari “perhatian”.
Pedih memang rasanya ketika status lajang membuat seorang perempuan selalu diteror dengan pertanyaan dan pernyataan yang seolah menyiratkan bahwa masa depannya suram, bahwa dia punya “deadline” biologis sehubungan dengan sistem reproduksinya. Yup, orang-orang di sekitar Bridget lebih menyoroti masalah percintaannya daripada kariernya. Hey, apa kabar itu di Daniel Cleaver yang bisa berganti pasangan sesering yang dia inginkan? Kok orang-orang nggak mempermasalahkan dia? Mark yang duda juga seolah “luput” dari aktivitas per-“kepo”-an dan pergosipan. It’s not fair for us!!!
Selain masalah perempuan, dalam film ini juga sedikit dibahas masalah “kelainan” orientasi seksual. Salah satu sahabat Bridget, yaitu Tom adalah seorang gay. Dimunculkan pula beberapa tokoh lesbian. Dalam film ini, hal itu dipandang sebagai sesuatu yang biasa, bahkan masalah adopsi bagi pasangan sejenis pun legal. Namun, tampaknya masalah ini cukup sensitif bagi masyarakat Indonesia.
Kalau saya sih cukup menikmati film ini. Saya sangat suka dengan karakter Bridget yang mandiri, cerdas, kreatif, ceria meski kadang konyol. Tentunya minus segala macam kebiasaannya ya, seperti merokok, minum, dan “nananina”. Selain itu, saya juga terkesan dengan pemeran utama prianya, Colin Firth yang pernah memenangkan piala Oscar lewat film The Kings’s Speech dan…ehem…masuk dalam jajaran pakdhe-pakdhe masih kece versi saya. Pakdhe-pakdhe masih kece lainnya siapa aja? Banyak, di antaranya Pierce Brosnan, Hugh Jackman, Liam Neeson, Tom Cruise, dll. Gara-gara film ini, saya jadi cari-cari film Colin Firth yang lain dan ketemulah The King’s Speech (sangat saya rekomendasikan untuk ditonton), Mamma Mia!, dan Kingsman. Seolah pakdhe-pakdhe satu ini mewujudkan khayalan saya tentang Mr. Darcy ke dunia nyata.
Aku juga sangat menyukaimu, Mark Fitzwilliam Darcy 😍😍😍
Jadi ya…kesimpulannya saya merekomendasikan film ini untuk ditonton, terutama untuk perempuan. Tapi kalau bermasalah dengan banyaknya adegan dewasanya dan masalah hubungan sejenis di dalamnya, ya silakan. Nggak nonton juga nggak apa-apa sih. Yang jelas film ini bikin saya ketawa nggak habis-habis. Hehehehe.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PSA (Perawatan Saluran Akar) (Bagian 3): Cetak Gigi dan Pasang Onlay

Cerita Gigi Bungsu Si Anak Bungsu (Bagian 2): Sakitnya Dikit, Malunya yang Nggak Ketulungan

[Review Kumpulan Cerpen] Parmin: Kebahagiaan dalam Segelas Es Krim yang Mencair