Postingan

Belajar Nrima lewat Fotografi

Gambar
Perkenalan saya dengan fotografi dimulai sejak tahun 2018. Saat itu saya membeli sebuah kamera mirrorless kualitas low end merek Nikon. Uangnya dari mana? Dari hasil “menjual putus” naskah buku yang pertama saya tulis ditambah membobol ATM. ATM dari rekening sendiri tentunya. Belinya dengan menitip ke kawan saya yang sedang studi S-3 di Jepang. Nikon 1 J5, si mungil nan powerful Kalau hanya sekadar jeprat-jepret, itu sudah saya lakukan sejak punya ponsel dengan kamera. Soal kualitas foto ya begitulah, paling-paling cuma selfie dengan angle miring yang pernah ngehits di masanya. Belum tahu bahwa arah cahaya itu sangat berpengaruh terhadap hasil foto. Belum tahu bahwa objek-objek itu harus “ditata” sedemikian rupa agar tercipta komposisi yang bagus. Setelah punya kamera, saya semakin tertarik belajar fotografi. Belajar dengan baca artikel dan buku serta melihat video tutorial adalah jalan ninja saya. Kemudian saya bergabung dengan komunitas fotografi yang memberikan banyak sekali i

Tipe-Tipe Jomblo Berdasarkan Keadaan

Gambar
Belakangan ini saya temui di dunia maya sedang hangat pembicaraan tentang penyakit ‘ ain . Awalnya dari mana, sepertinya ada influencer yang membahasnya di YouTube. Setelah baca-baca artikel , saya mengambil kesimpulan bahwa penyakit ‘ ain ini sumbernya dari pandangan orang lain terhadap sesuatu yang menimbulkan kekaguman, lantas muncullah perasaan iri atau dengki, hingga akhirnya menyalurkan energi negatif ke objek yang dilihat. Akibatnya apa? Sifatnya destruktif. Kalau yang kena manusia, akibatnya penyakit nonmedis. Misalnya anak bayi jadi rewel dan sakit. Kalau yang kena harta, bisa jadi hartanya rusak atau hilang. Yang intinya kenikmatan itu hilang dari pemiliknya. Oh, saya jadi paham kenapa ada beberapa orang yang tidak meng- upload foto anak-anaknya atau menutupi wajah dengan stiker. Barangkali itu karena pertimbangan kehati-hatian. Lain dengan saya yang kalau nutupi wajah di medsos pakai stiker itu karena sedang dalam kondisi awut-awutan. Eh…. Namun, di antara banyak kome

Ketika Aku Pertama Menstruasi: Catatan setelah Menonton Film Turning Red

Gambar
Sudah menonton film Turning Red produksi Pixar? Kalau belum, maaf ya, nanti saya banyak spoiler. Diluncurkan pada masa pandemi Covid-19, film ini mulai mengudara lewat layanan streaming berbayar Disney+Hotstar sejak Maret 2022. Berhubung saya (((kaya))), tentunya saya memilih jalur legal. Lebih tepatnya dapat paketan langganan dari internet Telkomsel yang saya beli saban bulan hahahaha. Kalau mau nonton lewat jalur haram, silakan cari sendiri link -nya. Film yang temanya “cewek banget” ini menggelitik saya untuk membuat catatan tentang pengalaman ketika seusia tokoh utamanya. Turning Red (2022): Panda Merah sebagai Alegori untuk Menstruasi Berlatar waktu tahun 2002, Turning Red bercerita tentang kehidupan Meilin Lee, remaja usia 13 tahun keturunan Tionghoa yang lahir dan tinggal di Toronto, Canada. Layaknya remaja yang sedang mengalami pubertas, Mei mengalami berbagai gejolak dalam dirinya. Mulai dari menyukai lawan jenis, menggemari boyband , hingga ingin bersenang-senang bersama

[Review] Tak di Ka'bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan; Tuhan Ada di Hatimu: Alternatif Berislam bagi Milenial

Gambar
Judul: Tak di Ka'bah, di Vatikan, atau di Tembok Ratapan; Tuhan Ada di Hatimu Penulis: Husein Ja'far Al-Hadar Penerbit: Noura Books Tahun terbit: 2020, cetakan ke-4, Januari 2021 Jumlah halaman: 203 Saya selalu berandai-andai, bagimana jika dakwah atau diskusi tentang agama itu dilakukan dengan informal, sesantai obrolan bersama kawan di warung kopi atau angkringan. Tak hanya membahas masalah secara hitam-putih atau halal-haram. Lebih dari itu, bersikap moderat dalam menyikapi perbedaan. Sesuai dengan julukan penulisnya sebagai "habib milenial", buku ini terutama menyasar pembaca dari kalangan milenial, termasuk saya. Tentunya buku ini membahas masalah-masalah yang amat dekat dengan keseharian anak muda, seperti fenomena hijrah, media sosial, musik, dan film. Yang tak boleh lupa tentu perkara akhlak dan perjalanan menemukan Tuhan, sesuai judulnya. Menyoal penggunaan teknologi informasi, penulis menekankan pentingnya memiliki kejernihan berpikir untuk mencerna informas

Crazy Rich Musiman dan Tawaran Investasi Jangka Panjang: Sebuah Fenomena di Hari Lebaran

Gambar
Menghitung uang hasil "salam tempel" selama Lebaran adalah kegiatan keponakan-keponakan saya dalam beberapa hari terakhir. Jumlahnya fantastis! Kisaran 500 ribu ke atas. Hasil "kerja" mereka selama 2-3 hari itu nyaris melampaui penghasilan saya dalam satu minggu kalau dirata-rata. Modalnya hanya "salim" dan kalau anak yang gedean dikit ditambah "ujung". Saya pun berkelakar dengan kawan saya tentang fenomena ini. Kami menyebut bocil-bocil ini sebagai "crazy rich musiman". Kayanya setahun sekali. "Crazy rich musiman" ini masih polos sekali, belum tahu kerasnya hidup sehingga kalau dia melakukan flexing, tak perlu dinyinyiri. Flexing ala keponakan saya adalah menghitung uangnya di depan orang banyak, lalu berkata, "Budhe nggak punya kan uang sebanyak ini? Aku tuh udah punya uang banyak, tapi kok masih dikasih terus." Saya hanya tertawa sambil membatin, "Ealah, Le.... Uangnya tadinya banyak, tapi sudah pindah ke k

Panggil Aku Budhe Saja!

Gambar
Pernah belajar di Fakultas Ilmu Budaya dan mempelajari linguistik meskipun tak jadi mahasiswa yang cemerlang-cemerlang amat nyatanya berpengaruh besar terhadap hidup saya. Kegiatan berbahasa menjadi tak lagi sederhana. Setiap kali ingin memproduksi tuturan lewat lisan maupun media apa pun, akan ada proses panjang dalam pikiran saya. Selalu ada pertimbangan pantas tidaknya dituturkan, siapa partner atau audiensnya, dan bagaimana korelasinya dengan latar belakang sosial saya sebagai penuturnya. Tentunya ini tidak berlaku ketika emosi saya meletup-letup hehehehe. Dalam kajian linguistik, ada satu bidang yang spesifik mengkaji hubungan bahasa dan masyarakat penuturnya, yaitu sosiolinguistik. Segala hal yang ada di masyarakat akan membentuk variasi dalam bahasa. Misalnya, dalam hal pemilihan kata sapaan. Kata sapaan untuk tujuan penghormatan atau honorifik, misalnya pak, bu, tuan, nyonya, dll. akan kita pilih ketika berhadapan dengan orang yang kita hormati, entah karena usia, status sosia

Definisi Gagal

Gambar
“Apa itu gagal?” tanya seorang teman. Dengan spontan saya menjawab, “Ketika kita terpuruk dan tidak mau bangkit.” Ah, sesungguhnya saya tidak terlalu ingin menjawab pertanyaannya, lantas berbicara tentang hal yang nantinya akan menjurus pada pembahasan tentang capaian-capaian dalam hidup. Sangat tidak layak sesungguhnya ketika ada seseorang yang meminta saya untuk memberi nasihat tentang mencapai cita-cita, mengingat saya tidak punya kapasitas untuk menyampaikan cerita-cerita penggugah semangat. Sesungguhnya, sangat sulit untuk mendeskripsikan kondisi gagal. Semua sangat tergantung pada parameter dan pembandingnya. Tergantung pula dilihat dari sudut pandang siapa. Dalam hal pendidikan, misalnya. Kalau yang dijadikan pembanding adalah teman-teman dekat saya yang sebagian besar studi lanjut sampai S-2, bahkan S-3 dan kuliah di luar negeri, ya saya ini gagal, wong ijazah saya mentok di S-1 yang itu jumlah lulusannya “ umbukan ”, tidak spesial. Kalau yang dijadikan pembanding adal